KEMILAU ILMU
KEDOKTERAN ISLAM
Dalam
250 tahun , sarjana Muslim telah menghasilkan 18 kitab tentang opthalmologi.
Sedangkan, ilmuwan Yunani dari zaman Hippo crates hingga Paulus selama 10 abad
hanya menghasilkan lima bukuo pthalmologi.
Ilmu
pengobatan mata alias opthalmologi berkembang begitu pesat di era modern.
Kemajuan yang dicapai dunia opthalmologi saat ini tak akan mungkin terjadi
tanpa peran para dokter spesialis mata Muslim di era keemasan. Para oculist
(spesialis mata) Muslim di era kekhalifahan Abbasiyah telah meletakkan fondasi
bagi perkembangan ilmu pengobatan mata.
‘’Saya
mengundang Anda kembali ke massa 1.000 tahun silam untuk menyaksikan fakta
sejarah pencapaian para dokter Muslim di bidang opthalmologi,’‘ papar Professor
J Hirschberg, seorang ahli mata terkemuka berkebangsaan Jerman dalam tulisannya
berjudul Arab Opthalmologist. Hirschberg begitu mengagumi pencapaian para
dokter spesialis mata Muslim (kahhal) di era kekhalifahan.
Amat
wajar bila Hirschberg kepincut dengan pencapaian dan prestasi para kahhal
Muslim yang hidup 10 abad silam. Betapa tidak. Sederet istilah dalam ilmu
pengobatan mata ternyata berasal dari dunia peradaban Islam. Tahukah Anda,
istilah retina, katarak, glaukoma, pannus, serta operasi konjunktifa pertama
kali digunakan para opthalmologist Muslim?
Tak
cuma itu, para dokter spesialis mata Muslim pun telah berperan besar dalam
menemukan beragam peralatan medis untuk mengobati penyakit mata. Selain mampu
menemukan optik, dokter spesialis mata Muslim di era kejayaan juga sudah mampu
menemukan peralatan medis yang digunakan untuk melakukan operasi mata. Sungguh
pencapaian yang prestisius.
Di
era kekhalifahan, profesi dokter spesialis memang sangat prestisius. Sama
bergengsinya dengan pencapaian yang mereka sumbangkan bagi dunia kedokteran.
Penguasa Dinasti Abbasiyah menempatkan para dokter spesialis mata dalam posisi
terhormat. Para dokter mata itu ditempatkan di istana yang megah. Mereka pun
digaji dengan bayaran yang amat besar.
Khalifah
Harun Ar-Rasyid, misalnya, menggaji Bukhtishu Ibnu Jurjis sebesar 4 juta dirham
per tahun. Gaji yang diterima para dokter spesialis mata di era kekhalifahan
sebenarnya tergantung pada posisi sang dokter. Ketika masih praktik di pinggir
jalan di kota Baghdad, upah yang diterima Ibnu Masawaih untuk mengobati
pasiennya berupa roti, daging dan manisan.
Meski
begitu, dia menjalankan tugasnya secara profesional. Upah yang diterima Ibnu
Masawaih melonjak menjadi 600 dirham per bulan ketika merawat seorang pejabat
kekhalifahan. Ketika Ibnu Masawaih telah menjadi dokter spesialis mata
terkemuka di Baghdad, dia mendapat gaji tetap sebesar 2.000 dirham per bulan
ditambah bonus sekitar 20 ribu dirham per tahun.
Selain
itu, Khalifah Harun Ar-Rasyid pun membantu para dokter spesialis mata itu
dengan menyediakan beberapa pembantu. Sehingga, para dokter itu lebih ringan
dalam menjalankan tugasnya.
Gaji
besar yang diterima para dokter spesialis mata di era kekhalifahan itu tentunya
sebanding dengan tanggung jawab dan profesionalisme yang mereka emban. Mereka
harus bertanggung jawab bila ada kesalahan saat mengobati pasiennya.
Menjadi
dokter spesialis mata pada era kekhalifahan tidaklah mudah. Sebelum berpraktik,
para dokter itu harus mengantongi surat izin dari otoritas resmi. Surat izin
praktik dikeluarkan oleh dokter kepala kekhalifahan (hakim-bashi). Untuk
memperoleh surat izin praktik, para dokter mata akan menjalani tes yang sangat
ketat. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya malapraktik.
Aktivitas
para dokter spesialis mata dalam menjalankan tugasnya juga mendapat pengawasan
ketat dari istana kekhalifahan. Dokter kepala kekhalifahan memiliki muhtasib
atau inspektur jenderal yang bertugas untuk memantau praktik kedokteran yang
dijalankan semua dokter bersertifikat.
Sebelum
tahun 931 M, belum banyak dokter spesialis mata yang mengantongi sertifikat
profesi. Namun, ketika Khalifah Al-Muqtadir mendapat informasi ada kasus
kematian akibat malapraktik, penguasa Dinasti Abbasiyah itu pun lalu
memerintahkan Inspektur Jenderal, Ibrahim Muhammad ibnu Abi Batiha, untuk
melakukan pemeriksaan terhadap dokter-dokter yang berpraktik.
Para
dokter yang tak mengantongi izin atau sertifikat dari Sinan ibnu Thabit Qurra,
yang berpraktik atas nama pribadi langsung dilarang. Sebagai dokter kepala
istana kekhalifah an, Sinan bertugas untuk menyeleksi pemberian izin.
Berdasarkan hasil tes serta pengkajian yang cermat, Sinan akan membuat
rekomendasi cabang kedokteran atau spesialisasi yang boleh dijalankan seorang
dokter.
Para
ahli opthalmologi di era keemasan mampu melewati serangkaian tes yang sangat
ketat. Dokter penguji pun mengaku sangat puas dengan keahlian yang dikuasai
para dokter spesialis mata pada masa itu. Secara umum, para dokter mata telah
menguasai dasardasar penyakit mata yang begitu rumit. Mereka juga sudah mulai menggunakan
salep untuk mengobati sakit mata.
Selain
itu, para dokter mata pun disumpah untuk tak sembarangan mengope rasi mata
pasiennya. Beberapa metode operasi tak dizinkan dilakukan para dokter dalam
menangani pasien penderita penyakit mata. Begitulah ilmu pengobatan mata
berkembang di reka keemasan peradaban Islam. Dunia opthalmologi Barat pun
banyak berguru dan belajar dari para dokter Muslim itu.
Professor
J Hirschberg menyatakan, para ahli opthalmologi Muslim lebih produktif
dibandingkan para dokter Yunani. ‘’Dalam 250 tahun, sarjana Muslim telah
menghasilkan 18 kitab tentang opthalmologi. Sedangkan, ilmuwan Yunani dari
zaman Hippocrates hingga Paulus selama 10 abad hanya menghasilkan lima buku
opthalmologi,’‘ papar Hirschberg. Secara keseluruhan, para dokter Muslim telah
menghasilkan 30 kitab tentang opthalmologi. Sayangnya, cuma tinggal 14 kitab
saja yang masih tersisa.
Kontribusi Dokter Spesialis Mata Muslim
Ø Ali Ibnu Isa
Dia adalah
dokter spesialis mata yang paling terkenal di antara dokter mata Muslim di era
keemasan. Ali Ibnu Isa yang terlahir di Baghdad berhasil menulis kitab tentang
pengobatan mata yang amat terkenal berjudul Tazkiratul-Kahhaleen(Catatan Ahli
Mata). Inilah buku terbaik dan paling lengkap pada abad ke-10 M yang mengupas
beragam penyakit mata.
Saking
pentingnya, kitab yang ditulisanya itu diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman
oleh Hirschberg dan Lippert pada 1904. Selain itu, kitab fenomenal yang
ditulisnya itu juga dialihbahasakan ke dalam bahasa Inggris oleh Casey Wood
pada 1936. Kitab yang ditulis Isa menjadi buku teks rujukan bagi para
opthalmologist lainnya selama berabad-abad.
Sebelum
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dan Jerman, kitab yang ditulisnya itu
pertama kali dialih bahasakan kedalam bahasa Persia. Setelah itu, baru pada
tahun 1497 diterjemahkan ke bahasa Latin. Isa juga menulis kitab yang paling
terkenal pada tahun 1000 M berjudul ‘Memorial of Ophthalmology.’
Ø Ammar Ibnu Ali
Al-Mosuli
Dia adalah
dokter spesialis mata termasyhur di kota Mosul, Irak sekitar tahun 1010 M.
Ammar telah memberi kontribusi yang berharga bagi pengembangan opthalmologi
dengan menulis Kitab-ul Muntakhab fi Ilaj-ul `Ayn (Kitab Beragam Pilihan dalam
Pengobatan Penyakit Mata). Kitab ini secara luas diterapkan para dokter
spesialis mata di Mesir. Kitab yang fenomenal itu mengupas anatomi mata serta
beragam penyakit mata. Dalam kitabnya itu, Ammar juga menjelaskan tentang enam
kasus operasi katarak dan sebuah kasus radang urat syaraf optik. ‘’Dia adalah
ahli bedah mata yang paling intar dalam seluruh sejarah medis Arab,’‘ papar
Profesor Hirschberg. Ammar juga mengupas tentang 48 jenis penyakit mata. Buah
pikirnya itu masih tersimpan di Perpustakaan Ascorial di Madrid, Spanyol. Kitab
yang ditulisnya masih tetap digunakan hingga abad ke-20 M. Menurut Hirschberg,
Ammar adalah penemu operasi katarak dengan penghisap. Metode operasi katarak
dengan cara yang dilakukan Ammar pada abad ke-10 M, masih tetap diterapkan
hingga sekarang.
Ø Al-Jurjani
Nama lengkapnya
adalah Abu Ruh Muhammad Ibn Mansur Bin Abdullah. Dia adalah dokter bedah mata
yang terkenal dari Persia. Pada tahun 1088 M, dia menulis kitab yang berjudul
Nur-ul-‘Ayun(Cahaya Mata). Kitab yang ditulis pada era kekuasaan Sultan
Malikshah itu terdiri dari 10 bab. Tujuh bab di antaranya membahas 30 jenis
operasi mata, termasuk tiga operasi katarak. Satu bab lainnya secara khusus
membahas katarak, trahum, penyakit kornea, serta masalah kelopak mata.
Ø Al-Ghafiqi
Nama lengkapnya
adalah Muhammad Ibn Qassoum Ibnu Aslam Al-Ghafiqi. Dia biasa dipanggil
Al-Ghafiqi (wafat 1165 M). Dokter mata dari Spanyol di abad ke-12 itu terkenal
dengan buku yang ditulisnya bertajuk Al-Murshid fil Kuhl(Panduan Tepat dalam
Opthalmologi). Kitab itu tak hanya mengupas tentang penyakit mata saja, namun juga
menjelaskan secara detail tentang kepala dan penyakit otak.
Ø Kalifah Ibnu
Al-Mahasin
Dia adalah
dokter spesialis mata yang sangat kondang dari Allepo, Suriah. Pada tahun 1260
M, dia menulis sebuah buku setebal 564 halaman yang mengupas dan memberi
gambaran tentang beragam peralatan bedah, termasuk 36 peralatan bedah mata. Dia
juga membahas tentang saluran kecil yang menghubungkan mata dengan otak.
Kafilah juga menulis tentang 12 macam operasi katarak.
Ø Salahudin
Nama lengkapnya
adalah Salahuddin Ibnu Yusuf dari Hammah. Dokter spesialis mata asal Suriah itu
pada tahun 1290 M menulis buku yang berjudul The Light of the Eyes. Kitab itu
membahas tentang kerja baru teori penglihatan optik. Dia banyak terpengaruh
oleh Ammar
DEDE
HIDAYATULLAH
0 komentar:
Posting Komentar