Tinjauan Teori Kepemimpinan dan Kerangka Kerja Kompetensi
4.
Tinjauan
Teori Kepemimpinan
Tinjauan terhadap literatur mengenai kepemimpinan mengungkapkan
adanya serangkaian aliran pemikiran yang terus-menerus mengalami perbaikan
mulai dari teori “Great man” dan teori “watak” hingga kepemimpinan
transformasional (lihat tabel). Jika teori-teori sebelumnya cenderung untuk
terfokus pada karakteristik dan sikap pemimpin yang sukses, teori dewasa ini
mulai mempertimbangkan peran anak buah dan hakekat kontekstual kepemimpinan.
Teori
Tokoh Besar (Great Man)
|
Berdasar
pada pandangan bahwa pemimpin merupakan orang dengan kelebihan tertentu, yang
dilahirkan dengan faktor bawaan dengan ditakdirkan sebagai seorang pemimpin.
Penggunaan kata “man” memiliki tujuan tertentu karena hingga pada akhir abad
20-an kepemimpinan dianggap sebagai konsep yang utamanya berhubungan dengan
kejantanan, militer dan dunia barat. Hal ini mengarah pada aliran pemikiran
Teori Watak.
|
Teori
Watak
|
Daftar
watak atau kualitas yang berhubungan dengan kepemimpinan banyak dibuat.
Mereka mengambilnya dari daftar kata sifat dalam kamus yang menggambarkan
standar moral atau nilai positif yang terdapat pada diri manusia.
|
Teori
Behavioral
|
Teori ini
lebih berkonsentrasi pada apa yang sebenarnya dikerjakan oleh pemimpin dari
pada kualitas atau watak yang dimiliki seorang pemimpin. Bentuk-bentuk sikap
yang berbeda diobservasi dan dikategorikan sebagai gaya kepemimpinan
tertentu. Bidang ini telah banyak menarik perhatian dari pelatihan manager
|
Kepemimpinan
Situasional
|
Pendekatan
ini memandang kepemimpinan sebagai sesuatu yang bersifat khusus terhadap
situasi dimana hal kuhusus tersebut sedang diupayakan atau dilatihkan.
Misalnya, ketika dalam situasi tertentu dibutuhkan gaya aristokrasi, pihak
lain mungkin membutuhkan pendekatan partisipatif. Diusulkan juga dalam
pendekatan ini bahwa perlu adanya perbedaan gaya kepemimpinan pada tingkatan
yang berbeda dalam satu organisasi
|
Teori
Ketidakmenentuan
|
Teori ini
merupakan perbaikan dari pandangan situasional dan terfokus pada identifikasi
variabel situasional yang secara tepat memprediksi gaya kepemimpinan yang
paling efektif atau cocok terhadap situasi tertentu.
|
Teori
Transaksional
|
Pendekatan
ini menekankan pentingnya hubungan antara pemimpin pemimpin dan anak buah
dengan menekankan pada hubungan yang saling menguntungkan yang didapat dari
semacam kontrak yang mana pemimpin menawarkan sesuatu sebagai imbalan sebagai
pengganti dari komitmen atau kesetiaan yang diberikan oleh anak buahnya.
|
Teori
transformasional
|
Konsep
utama dari pendekatan ini adalah perubahan dan peran kepemimpinan dalam
pemberian visi dan penerapan transformasi dalam peforma organisasi.
|
Masing – masing teori memiliki pandangan yang cenderung individualistik
terhadap pemimpin, walaupun aliran pemikiran mulai mendapat perhatian adalah
pemikiran mengenai kepemimpinan yang “samar”. Pendekatan ini, dengan dasar
pandangannya lebih dipengaruhi oleh bidang sosiologi, psikologi, dan politik
dari pada ilmu managemen, memandang kepemimpinan sebagai sebuah proses yang
menyebar diseluruh organisasi dan bukan lagi merupakan suatu posisi yang hanya
berada dalam bidang yang secara formal disebut sebagai “pemimpin”. Penekanan
tersebut kemudian beralih dari organisasi yang mengembangkan pemimpin menjadi
organisasi yang mengembangkan sifat kepemimpinan dengan tanggungjawab kolektif
terhadap kepemimpinan.
4.1. Pendekatan Watak pada
Kepemimpinan
Pendekatan Watak muncul dari teori “Great Man” sebagai cara untuk
mengidentifikasi karakter kunci dari pemimpin sukses. Telah dipercaya bahwa
melalui pendekatan ini watak kepemimpinan yang utama dapat dipetakan dan bahwa
orang dengan watak tersebut dapat diambil, dipilih, dan dibentuk sebagai pihak
yang menduduki posisi pemimpin. Pendekatan ini merupakan langkah umum dalam
dunia militer dan masih digunakan untuk menyeleksi calon komandan.
Permasalahan dalam pendekatan ini adalah adanya fakta bahwa studi
untuk watak tersebut terlalu banyak dan setelah dijalankan studi selama
beberapa tahun ternyata tidak dapat diidentifikasi adanya watak yang konsisten.
Beberapa pemimpin terbukti tidak memiliki watak tertentu namun tanpa adanya
watak tersebut tidak berarti orang tersebut bukan merupakan seorang pemimpin.
Walaupun konsistensi yang muncul sangat kecil dalam studi mengenai
watak kepemimpinan, namun beberapa watak sering kali muncul dibanding watak
lain, yaitu ; ketrampilan teknis, keakraban, motivasi terhadap tugas,
penerapan/pelaksanaan tugas, dukungan terhadap tugas kelompok, ketrampilan
sosial, kontrol emosional, ketrampilan administratif, karisma umum, dan
kecerdasan. Dari watak-watak tersebut, yang seringkali dieksplorasi cenderung
sianggap sebagai karisma.
Tabel watak dan ketrampilan kepemimpinan oleh Stogdill tahun 1974
Watak
|
Ketrampilan
|
Mampu
beradaptasi dengan situasi
Peka
terhadap lingkungan sosial
Ambisius
dan berorientasi pada pencapaian
Percaya
diri dan memiliki personality yang kuat
Kooperatif
Mampu
mengambil keputusan dengan cepat
Dapat
dipercaya dan diandalkan
Dominan
(dapat mempengaruhi pihak lain)
Giat
(tingkat aktivitas tinggi)
Memiliki
ketahanan yang bagus
Percaya
diri
Mampu
mengendalikan tekanan/stress
Mampu
menerima tanggung jawab
|
Pandai
(cerdas)
Trampil
secara konseptual
Kreatif
Diplomatis
dan takstis
Lancar
berbicara
Memiliki pengetahuan mengenai tugas kelompok
Terorganisir
(kemampuan administratif)
Persuasiv
Memiliki
ketrampilan bersosialisasi
|
4.2. Aliran Behavioral
Setelah dipublikasikannya buku klasik dari Douglas McGregor The
Human Side of Enterprise pada tahun, perhatian beralih pada teori
behavior. McGregor berpengaruh pada seluruh teori behavior yang menekankan
perhatian pada hubungan manusia dalam output dan peforma.
4.2.1. Teori Manager X dan Y
oleh McGregor
Thesis McGregor yang memiliki dampak yang paling luas dan mendapat
perhatian yang paling besar adalah bahwa strategi kepemimpinan dipengaruhi
oleh asumsi pemimpin mengenai hakekat
manusia. Dari hasil kerjanya sebagai konsultan, McGregor membuat ringkasan dua
asumsi yang saling bertentangan yang dibuat oleh manager dalam industri
Teori
Manager X percaya bahwa
|
Teori
Manager Y percaya bahwa
|
u
Rata-rata
manusia memiliki kecenderungan untuk tidak menyukai pekerjaan dan akan
menghindarinya sedapat mungkin
u
Oleh
karena karakteristik tersebut, kebanyakan orang harus dipaksa, dikontrol,
diarahkan, atau diancam dengan hukuman untuk dapat membuatnya berusaha dengan
baik agar tujuan organisasi tercapai
u
Rata-rata
manusia lebih suka diarahkan, menghindari tanggungjawab, memiliki ambisi yang
relatif kecil, dan menginkinkan rasa aman diatas segalanya
|
u
Usaha
yang melibatkan kerja fisik dan mental dalam kerja sealami kegiatan bermain
maupun kebutuhan istirahat, dan rata-rata manusia pada kondisi yang sesuai
belajar tidak hanya menerima namun juga mencari tanggungjawab
u
Orang
akan berlatih mengarahkan diri dan melakukan kontrol diri untuk menerima
tujuan dimana dia memiliki komitmen terhadap tujuan tersebut
u
Kapasitas
untuk berlatih imajinasi pada tingkat yang relatif tinggi, tidak orisinil,
dan kreatifitas dalam penentuan keputusan pada masalah organisasi secara
meluas tersebar pada seluruh populasi, dan potensi intelektual rata-rata
manusia hanya sebagian saja yang digunakan dalam kehidupan industri modern.
|
Dari teori tersebut dapat dilihat bahwa asumsi teori X lebih
cenderung pada gaya aristokrasi sedangkan teori Y cenderung pada gaya
partisipatif.
4.2.2. Managerial Grid oleh
Blake dan Mouton
Managerial Grid lebih terfokus pada orientasi manager pada tugas
(produksi) dan karyawan (orang) dan juga kombinasi dari kedua orientasi yang
berlawanan tersebut. Kordinat yang berorientasi pada produksi berada pada sumbu
horisontal sedangkan kordinat yang berorientasi pada orang/manusia berada pada
sumbu vertikal, dengan demikian dapat ditemukan lima plot untuk dasar gaya
kepemimpinan. Angka pertama merujuk pada produksi dari pemimpin atau orientasi
tugas, angka kedua merujuk pada orientasi orang atau karyawan. Menurut Blake
dan Mouton Team Management – yang memiliki perhatian pada karyawan dan juga
produksi – merupakan jenis sikap kepemimpinan yang paling efektif.
4.3. Aliran Ketidaktentuan
atau Situasional
Kebanyakan peneliti dewasa ini menyimpulkan bahwa tidak ada gaya
kepemimpinan efektif yang tepat bagi setiap manager di situasi apapun. Untuk
itu teori ketidakmenentuan-situasional dikembangkan untuk mengindikasi bahwa
gaya kepemimpinan yang harus digunakan atas faktor tertentu seperti situasi,
orang, tugas, organisasi, dan variabel lingkungan yang lain tidaklah dapat
ditentukan.
4.3.1. Model Ketidakmenentuan
oleh Fiedler
Teori ketidakmenentuan yang dituangkan oleh Fiedler menyatakan bahwa
tidak ada satu-satunya cara yang terbaik bagi manager untuk melakukan tindakan
kepemimpinan. Solusi terhadap situasi managerial tidaklah menentu terhadap
faktor yang berdampak pada situasi.
Fiedler melihat adanya tiga situasi yang dapat menentukan kondisi
tugas managerial :
1.
Hubungan
pimpinan dan anak buah : Seberapa harmonis hubungan
manager dan karyawan
2.
Struktur
tugas : Apakah pekerjaan terstruktur dengan baik,
tidak terstruktur atau diantaranya?
3.
Posisi
kekuasaan : Seberapa besar kekuasaan yang dimiliki
manager ?
Manager dirangking berdasar pada ketentuan apakah mereka
berorientasi tugas atau berorientasi hubungan. Manager yang berorientasi tugas
cenderung dapat bekerja lebih baik pada situasi yang memiliki hubungan
pimpinan-anak buah yang baik, tugas terstruktur, dan posisi kekuasaan yang
lemah maupun kuat. Mereka dapat bekerja dengan baik walaupun tugas tidak terstruktur
akan tetapi posisi kekuasaan. Manager yang berorientasi hubungan bekerja dengan
lebih baik di seluruh situasi lain. Jadi, situasi tertentu mungkin membutuhkan
manager dengan gaya berbeda atau manager yang dapat memakai gaya berbeda dalam
situasi yang berbeda.
Variabel-variabel lingkungan tersebut dikombinasikan dalam kelompok
yang diidentifikasikan sebagai sisi menyenangkan dan tidak menyenangkan. Gaya
kepemimpinan yang berorientasi tugas cenderung lebih menitikberatkan pada
derajat ekstrem dari sisi menyenangkan dan tidak menyenangkan, namun gaya
kepemimpinan yang berorientasi pada hubungan dapat bekerja dengan baik di
posisi tengah. Manager dapat membentuk kembali variabel-variabel lingkungan
untuk dapat sesuai dengan gaya mereka.
Aspek lain dari teori model ketidakmenentuan adalah hubungan atasan
– bawahan, struktur tugas, dan posisi kekuasaan yang menentukan kontrol situasi
yang dilakukan oleh manager. Hubungan atasan – bawahan merupakan derajat
kesetiaan, kemampuan untuk dapat diandalkan, dan dukungan yang diterima
pimpinan dari bawahan. Hal tersebut merupakan ukuran bagaimana manager mencerna
akan hubungan yang merekamiliki dengan anak buahnya. Dalam hubungan yang
menyenangkan manager memiliki struktur tugas yang tinggi dan dapat memberikan
imbalan maupun sanksi pada anak buah tanpa menimbulkan masalah. Dalam hubungan
yang tidak menyenangkan tugas biasanya tidak terstruktur dan pimpinan memiliki
kekuasaan yang terbatas.
Posisi kekuaaan memberikan ukuran mengenai seberapa besar kekuasaan
atau kewenangan yang dapat dicerna oleh manager untuk tujuan pemberian
pengarahan, imbalan dan sanksi pada bawahan. Posisi kekuasaan manager
bergantung pada pelaksanaan (menyenangkan) atau peningkatan (tidak
menyenangkan) kekuaaan pengambilan keputusan yang ada pada karyawan.
Pemimpin dengan gaya motivasi-tugas mendapatkan kebanggaan dan
kepuasan dalam penyelesaian tugas bagi organisasi, sedangkan pemimpin dengan
gaya motivasi-hubungan berusaha membangun hubungan interpersonal dan
mengembangkan bantuan ekstra bagi perkembangan tim dalam organisasi. Tidak ada
gaya kepemimpinan yang buruk maupun bagus. Setiap orang memiliki kecenderungan
atau kesukaan pada gaya kepemimpinan. Pemimpin dengan gaya motivasi-tugas
mencapai keberhasilan tertinggi bila kelompok tersebut dapat mencapai peforma
yang baik dan sukses. Pemimpin dengan gaya motivasi hubungan mencapai
keberhasilan tertinggi bila kepuasan pelanggan tertinggi dapat diwujudkan dan image/kesan
yang bagus pada perusahaan dapat dibina.
4.3.2. Kepemimpinan Model
Hersey-Blanchard
Model kepemimpinan yang dikembangkan oleh Hersey dan Blanchard
menekankan bahwa tingkat perkembangan bawahan atau anak buah memainkan peran
terbesar dalam menentukan gaya kepemimpinan (sikap kepemimpinan) mana yang
dirasa tepat. Teori mereka didasarkan pada jumlah arahan (pola tugas) dan dukungan
sosio-emosional (pola hubungan) yang harus diberikan oleh pimpinan pada situasi
tertentu dan tingkat kematangan anak buahnya.
➢
Pola
tugas adalah ukuran sejauhmana pemimpin mampu
menerbitkan tugas dan tanggungjawab pada individu maupun kelompok. Sikap ini
meliputi penyampaian pada seseorang mengenai apa saja yang harus dikerjakan,
bagaimana mengerjakannya, bilamana mengerjakannya, dan siapa yang
melaksanakannya. Dalam pola tugas, pimpinan melakukan komunikasi satu arah.
➢
Pola
hubungan adalah ukuran sejauhmana pimpinan
melakukan komunikasi satu arah atau multi arah. Hal ini meliputi kemampuan dan
kemauan mendengarkan, manfasilitasi dan sikap dukungan. Dalam pola hubungan
pimpinan terlibat dalam komunikasi dua arah dengan memberikan dukungan sosio-emosional.
➢
Kematangan
adalah kemauan dan kemampuan pimpinan untuk
mengemban tanggungjawab dalam mengarahkan sikapnya sendiri. Orang cenderung
memiliki derajat kematangan yang berbeda, tergantung pada tugas khusus, fungsi
khusus, atau tujuan yang berusaha bina oleh pimpinan.
Secara ringkas sikap pemimpinan terangkum dalam dua bagian :
Sikap Pemberian Pengarahan
|
Sikap Dukungan
|
·
Komunikasi
satu arah
·
Peran
anak buah yang dikomunikasikan dengan jelas
·
Supervisi
melekat pada peforma
|
·
Komunikasi
dua jalur
·
Mendengarkan,
pemberian dukungan dan dorongan
·
Menfasilitasi
interaksi, melibatkan anak buah dalam pengambilan keputusan
|
Bagi Blanchard variabel situasional kunci, bila menentukan gaya
kepemimpinan yang cocok adalah tingkat kesiapan dan perkembangan pada bawahan.
Dengan demikian empat gaya kepemimpinan dapat ditentukan yaitu:
➢
Pemberian
arahan : Pimpinan memberikan instruksi yang jelas
dan juga pengarahan khusus. Gaya ini sangat sesuai dengan tingkat kesiapan anak
buah yang rendah
➢
Bimbingan
: Pimpinan membina komunikasi dua arah dan membantu
membangun rasa percaya diri dan motivasi dalam diri karyawan, walaupun dia
masih memiliki tanggungjawab dan mengkontrol pengambilan keputusan. Gaya ini
sangat sesuai dengan tingkat sedang kesiapan anak buah.
➢
Dukungan
: Dengan gaya ini, pimpinan dan anak buah saling
berbagi dalam pengambilan keputusan dan tidak lagi berharap atau membutuhkan
hubungan yang bersifat direktif (memerintah). Gaya partisipatif sangat sesuai
dengan tingkat sedang kesiapan anak buah.
➢
Penugasan
: Gaya ini sesuai dengan pimpinan yang memiliki
anak buah yang siap untuk melaksanakan tugas tertentu dan kompeten serta
termotivasi untuk memikul tanggungjawab secara penuh. Gaya penugasan/pengutusan
sangat sesuai untuk anak buah yang memiliki tingkat kesiapan tinggi.
Untuk menentukan diterapkannya gaya kepemimpinan yang sesuai untuk
situasi tertentu, pimpinan pertama-tama harus menentukan tingkat kematangan
anak buah sehubungan dengan tugas khusus yang akan diraih melalui kinerja anak
buah. Saat tingkat kematangan anak buah meningkat, pimpinan harus segera
mengurangi pola tugas dan meningkatkan pola hubungan hingga anak buah dapat
mencapai tingkat kematangan sedang. Ketika anak buah mulai bergerak meningkat
di atas tingkat kematangan rata-rata, pimpinan harus mengurangi tidak hanya
pola tugas namun juga pola hubungan. Sekali tingkat kematangan dapat
diidentifikasi, gaya kepemimpinan yang sesuai dapat ditentukan.
4.3.3. Kepemimpinan oleh
Tannenbaum & Schmidt
Ahli teori ketidakmenentuan Tannenbaum & Schmidt menyatakan
bahwa sikap kepemimpinan bervariasi di sepanjang perjalanan bisnis dan bahwa
ketika seseorang bergerak melewati tingkat ekstrim autokrasi, maka penekanan
terhadap partisipasi bawahan dan keterlibatan bawahan dalam pengambilan keputusan
akan meningkat. Mereka juga menyatakan bahwa jenis kepemimpinan yang
digambarkan melalui kondisi demokratis yang ekstrim akan jarang ditemui dalam
organisasi formal.
Empat gaya kepemimpinan utama dapat digolongkan pada rangkaian
perjalanan / proses bisnis :
·
Autokratik
: Pimpinan mengambil keputusan dan mngumumkannya,
berharap para bawahan melaksanakannya tanpa banyak bertanya (gaya penuturan)
·
Persuasive
: Pada titik ini pimpinan juga mengambil keputusan
bagi kelompoknya tanpa diskusi atau konsultasi dengan para bawahan namun yakin
bahwa orang-orang bawahannyaakan termotifasi secara lebih baik jika mereka
dipengaruhi/dibujuk bahwa keputusan tersebut merupakan keputusan terbaik.
Pimpinan banyak melakukan penjelasan dan “menjajakan” (pandangannya) untuk
mengatasi kemungkinan adanya resistensi terhadap apa yang dia ingin dikerjakan.
Mereka juga mengeluarkan banyak tenaga untuk menciptakan rasa antusias bawahan
terhadap tujuan yang telah ia tetapkan bagi kelompok tersebut (gaya penjualan)
·
Konsultativ
: Dalam gaya ini pimpinan melakukan pembicaraan
dengan anggota kelompok sebelum mengambil keputusan dan mempertimbangkan saran
bawahan dan perasaan mereka ketika mencoba merangkai sebuah keputusan.Tentu
saja dia tidak harus menerima saran dari bawahan namun tampaknya mereka merasa
bahwa mereka mampu memberikan pengaruh. Dengan gaya kepemimpinan semacam ini,
keputusan dan tanggungjawab penuh atas keputusan tersebut masih sepenuhnya
ditangan pimpinan namun tingkat keterlibatan bawahan dalam pengambilan
keputusan jauh lebih besar debanding gaya penuturan dan gaya penjualan. (gaya
konsultatif)
·
Demokratis
: Dalam gaya ini pimpinan dengan gaya tertentu
memaparkan permasalahan di depan bawahannya dan meminta mereka melakukan
diskusi. Peran pimpinan tampak lebih sebagai pimpinan konferensi, atau ketua
konferensi dibandingkan sebagai pengambil keputusan. Dia akan mengijinkan
dimunculkannya suatu keputusan dari hasil pembicaraan atau diskusi tersebut.
(gaya penggabungan)
Apa yang membedakan pendekatan ini dibandingkan dengan diskusi
mengenai gaya kepemimpinan sebelumnya adalah bahwa terdapat situasi dimana
masing-masing gaya tersebut di atas tampaknya lebih tepat dibanding yang
lainnya.
·
Penuturan
: Dalam kondisi darurat, gaya penuturan mungkin
paling cocok dan dapat dibenarkan oleh kelompok (sepanjang iklim organisasi
pada umumnya mendukung dan matang)
·
Penjualan
: Gaya penjualan cenderung cocok dengan
situasi dimana kelompok pemimpin dan pemimpin perseorangan memiliki seluruh
informasi sebagai dasar pengambilan keputusan dan yang pada saat bersamaan
membutuhkan komitmen dan rasa antusias pada tingkat yang sangat tinggi dalam
tiap-tiap anggota kelompok untuk dapat melaksanakan tugas dengan baik.
·
Konsultatif
: Gaya konsultatif tampaknya lebih cocok ketika
tersedia cukup waktu untuk mencapai keputusan yang dipertimbangkan dan ketika
informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan tersebar dalam
anggota kelompok.
·
Pengabungan
: gaya ini sesuai untuk situasi yang kurang lebih
sama dengan situasi untuk gaya konsultatif di atas dengan penecualian penting
yaitu bahwa gaya ini paling cocok hanya dalam kondisi dimana tanggungjawab
pengambilan keputusan dapat terjadi manakala anggota kelompok mau berbagi
dengan pimpinannya atau di sisi lain pimpinan mau menerima tanggungjawab atas
keputusan yang tidak dibuatnya secara personal.
4.3.4. Model Kepemimpinan
yang Terpusat Pada Tindakan oleh Adair
Model yang merupakan hasil pemikiran John Adair ini dinyatakan bahwa
pemimpin yang terpusat pada tindakan memerintahkan pekerjaan atau tugas untuk
dilaksanakan melalui kerja tim dan hubungan dengan manager dan staff sejawat.
Menurut penjelasan Adair pemimpin yang terpusat pada tindakan harus :
·
Mengarahkan
pekerjaan yang akan dilaksanakan
·
Mendukung
dan meninjau kembali personil individual yang melaksanakannya
·
Mengkoordinasi
dan membina kerja kelompok sebagai satu keutuhan
Model Kepemimpinan yang Terpusat Pada Tindakan (Adair, 1973)
Diagram tiga rodanya yang terkenal merupakan penyederhanaan dari
interaksi manusia, namun merupakan sarana yang berguna untuk memikirkan apa
saja yang terdapat dalam seorang pemimpin atau manager sehubungan dengan
pekerjaan yang harus dia lakukan. Pemimpin atau manager yang efektif
menjalankan fungsinya dan menunjukkan sikap yang digambarkan dalam diagram tiga
roda tersebut. Elemen situasional dan ketidakmenentuan memerlukan respon yang
berbeda oleh manager. Tantangan yang dihadapi oleh pemimpin adalah
langkah-langkah untuk memanage semua sektor dalam diagram.
Tugas
|
Menentukan
tugas
Membuat
rencana
Mengalokasikan
pekerjaan dan sumber daya
Mengkontrol
kualitas dan rerata pekerjaan
Menge-cek
peforma terhadap rencana
Mengadakan
pembenaran/pembenahan rencana
|
Tim
|
Membina
disiplin
Membangun
semangat tim
Mendorong,
memotivasi, membangun rasa untuk memiliki tujuan
Menunjuk
kepala bagian. (pemimpin bagian)
Meyakinkan
komunikasi dalam kelompok.
Mengembangkan
keolompok
|
Individual
|
Perhatian
terhadap masalah personal
Memberikan
pujian pada masing-masing individu.
Memberi
status
mengenali
dan menggunakan kemampuan individual
mengembangkan
masing-masing individu
|
4.4. Pimpinan dan Anak Buah
Model-model yang telah dibahas di atas berpusat pada pemimpin
sebagai sosok frontal yang lebih menonjol dan berbeda dibandingkan dengan
lainnya dan memimpin anggota yang lain. Pada bagian ini akan dibahas pentingnya
hubungan pemimpin dengan anak buahnya dan adanya saling ketergantungan peran
diantara mereka.
4.4.1. Gaya Kepemimpinan
Pelayan
Pernyataan mengenai Kepemimpinan Pelayan menekankan tugas
pemimpin untuk melayani anak buahnya – jadi, kepemimpinan terlahir dari sebuah
keinginan untuk melayani dan bukan keinginan untuk memimpin.
Robert Greenleaf, pendiri Pusat Kepemimpinan Pelayan menyatakan :
“Pemimpin – pelayan adalah pelayan terlebih dahulu.....hal ini
dimulai dengan perasaan alami dimana seseorang memiliki keinginan untuk
melayani lebih dahulu. Kemudian pilihan yang dilakukan secara sadar tersebut
membawa orang tersebut untuk memiliki aspirasi untuk memimpin. Orang tersebut
jelas-jelas berbeda dari seseorang yang berangkat awal sebagai pemimpin,
mungkin dikarenakan oleh kebutuhan untuk melegakan dorongan kekuasaan yang
tidak semestinya atau untuk menguasai kepemilikan materiil. Oleh karena itu,
pilihan untuk melayani datang kemudian – setelah kepemimpinan dapat dijalankan.
Pemimpin-dulu dan pelayan-dulu merupakan dua macam gaya yang berbeda secara
ekstrim. Diantaranya terdapat bayangan dan campuran yang merupakan bagian dari
variasi ketidaktentuan hakekat manusia.
Perbedaan tersebut muncul dengan sendirinya dalam perhatian yang
dilakukan oleh pemimpin dengan gaya pelayan-dulu untuk memastikan apakah
kebutuhan yang memiliki prioritas tertinggi dari orang lain dapat dipenuhi. Uji
terbaik dan sulit untuk dilaksanakan adalah: apakah orang yang dilayani dapat
tubuh menjadi “orang” (lebih baik)?, apakah mereka, ketika sedang dilayani,
menjadi lebih sehat, bijaksana, lebih bebas, lebih otonom (mandiri), lebih
nampak pada diri mereka untuk juga menjadi pelayan? Dan apa dampak yang muncul
pada masyarakat yang memiliki kekebalan ; apakah mereka dapat mengambil manfaat
atau paling tidak apakah mereka tidak akan mengingkari kepemilikan (tidak
jujur)?”
Diambil dari Servant as Leader diterbitkan oleh Ropbert Greenleafe
tahun 1970
Ciri-ciri Pemimpin pelayan adalah sebagai berikut:
Pemimpi-pelayan adalah filsafat praktis yang mendukung orang yang
memilih untuk melayani terlebih dahulu, dan kemudian memimpin sebagai cara
untuk mengembangkan pelayanan pada individu maupun institusi. Pemimpin-pelayan
mendorong kolaborasi, kepercayaan, ramalan, mendengarkan dan penggunaan etis
dari kekuasaan dan pengayaan (pemberian kekuasaan).”
diambil dari Pusat
Kepemimpinan Pelayan web site, April 2003
4.4.2. Kepemimpinan
Keikutsertaan
Katzenbach dan Smith penulis The Wisdom of Teams membicarakan
keikutsertaan dari tindakan kepemimpinan. Mereka menyatakan bahwa sikap
pemimpin yang penting adalah :
Lebih
banyak tanya dari pada menjawab
|
Dengan
mengajukan pertanyaan seperti “menurut Anda apa yang seharusnya kita
kerjakan?” Anda mengambil satu langkah dibelakang orang lain. Apakah Anda
benar-benar berada di belakang orang tersebut tergantung pada niat Anda untuk
benar-benar mengikuti saran atau jawaban dari orang lain tersebut.
|
Memberikan
kesempatan pihak lain untuk memimpin Anda
|
Hal ini
berbeda dari pemikiran tradisional mengenai upaya mendapatkan kesempatan
untuk orang lain. Kecuali bila kesempatan yang Anda berikan tersebut
memberikan resiko yang besar bagi hasil peforma Anda, Anda sebenarnya tidak
benar-benar memposisikan diri Anda sebagai anak buah.
|
Melakukan
kerja yang sesungguhnya bagi pihak lain dibandingkan melakukan yang
sebaliknya
|
Menyingsingkan
lengan baju Anda dan memberikan sumbangan keringat untuk usaha dan hasil bagi
pihak lain memberi Anda pandangan dan penghargaan dari pihak lain bahwa Anda
merupakan tempat untuk bergantung bagi mereka, terlepas dari kedudukan dan
pangkat yang Anda dan orang tersebut miliki.
|
4.5. Kepemimpinan Tersebar
Pentingnya hubungan sosial dalam kontrak kepemimpinan, kebutuhan
penerimaan pimpinan oleh anak buahnya dan hubungan bahwa tidak ada seorangpun
yang dapat menjadi pemimpin ideal dalam segala situasi telah mendorong
timbulnya pemikiran baru mengenai aliran kepemimpinan. Pendekatan ini memakai
model kepemimpinan yang kurang formal dimana peran pemimpin dipisahkan dari
hirarki organisasi. Dinyatakan bahwa semua orang diseluruh tingkatan dalam
organisasi dan dalam peran apapun hendaknya dapat mengeluarkan pengaruh
kepemimpinan pada rekan sejawatnya dan
sehingga dapat memberikan pengaruh pada keseluruhan kepemimpinan dalam
organisasi.
Heifetz (1994) membedakan antara latihan kepemimpinan dan latihan
kekuasaan. - dengan demikian dia membedakan atau memisahkan kepemimpinan dari
peran kekuasaan organisasi formal sementara itu Raelin (2003) berbicara mengani
pengembangan sifat kepemimpinan organisasi melalui kepemimpinan kolektif,
simapti, dan serempak.
Kunci dari pandangan ini adalah perbedaan antara istilah pemimpin
dan kepemimpinan. Kepemimpinan berhubungan dengan proses penjelasan (pemberian
pengertian) dan pengarahan dalam suatu kelompok dan pemimpin hanya dapat
diidentifikasi sebagai berdasar pada hubungannya dengan pihak lain dalam
kelompok sosial yang bertindak sebagai anak buah. Dengan cara ini, mungkin
sekali untuk mengartikan pemimpin sebagai suatu pemunculan dan bukan penakdiran
dan bahwa perannya hanya bisa dimengerti melalui pengamatan hubungannya dalam
kelompok.
5.
Menuju
Kerangka Kerja Alternatif pada Kepemimpinan
5.1. Tinjauan terhadap Kompetensi
Dari tinjauan teori kepemimpinan, kerangka kompetensi dan model
terkini dalam penggunaannya di seluruh sektor swasta maupun pemerintah muncul
sesuatu yang dinamakan kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan, dengan ini
ditengarahi sebagai seperangkat nilai, kualitas dan tingkah laku yang
ditunjukkan oleh pemimpin untuk mendorong tindakan pertisipasi, perkembangan
dan komitmen para anak buahnya.
Pemimpin dianggap sebagai sumber jiwa dari kepemimpinan. Dia
dipandang sebagai pendorong, katalis dan pengarah serta pemberi pandangan yang
dilengkapi dengan faktor kemampuan penunjang (komunikasi, problem solving,
people management, dan pengambilan keputusan, dll) yang dapat diterapkan
diseluruh konteks dan situasi. Selanjutnya, untuk ketrampilan “lunak” pemimpin juga
diharapkan untuk dapat menunjukkan proses informasi, project management,
customer service dan delivery skills yang menyertai kemampuannya dalam
menentukan pandangan dan kebijakan secara bisnis maupun politis. Mereka
membangun rekanan, menjalankan pembicaraan menunjukkan semangat dan antusiasme
yang besar, dan memastikan segala sesuatunya dikerjakan dengan baik. Selain
itu, pemimpin juga harus menunjukkan inovasi, kreativitas, dan pemikiran diluar
“kebiasaan”. Mereka adalah penguasaha yang siap menghadapi tantangan dan
resiko.
Hal lain yang menarik untuk dicermati adalah penekanan pentingya
nilai kejujuran, integritas, empati, kepercayaan, etik dan perbedaan penilaian.
Pemimpin diharapkan menunjukkan perhatian yang tulus pada orang-orang yang
didapatnya dari tingkat kesadaran yang terintinggi dan refleksi personal.
Hal berikut tampaknya merupakan pandangan atau sikap yang dapat
memberikan pengaruh dari seorang pemimpin sebagai seseorang yang memiliki
berbagai bakat dengan ketrampilan yang berbeda-beda, kualitas personal, dan
kebijaksanaan sosial yang tinggi. Namun hal tersebut memiliki berbagai
kesulitan. Hal ini nampaknya akan kembali pada pandangan mengenai teori watak
hanya saja memiliki atribut yang lebih luas. Kedua, bila hal ini dijalankan
dengan menggabungkan atribut yang ada diseluruh kerangka teori hasilnya tidak
akan luas, hanya merupakan penguatan terhadap kualitas-kualitas yang ada.
Ketiga, terdapat bukti dalam praktik kepemimpinan transformasional bahwa gaya
kepemimpinan tersebut hanya merupakan hal yang lebih meningkatkan efektifitasan
dari alternatif-alternatif yang telah diambil (maksudnya-bukan merupakan hal
yang benar-benar baru) (Gronn, 1995)
Kualitas personal pemimpin diakui merupakan hal yang penting. Namun
hal itu saja tidaklah cukup dalam usaha pelatihan dan pemunculan kepemimpinan.
Sikap-sikap dimana kualitas-kualitas yang ada diaplikasikan dalam tindakan dan
interaksi kelompok nampaknya merupakan kekhususan dalam faktor kultural dan
sangat bergantung pada keseluruhan faktor-faktor utama seperti hakekat (kondisi
dasar) pemimpin, anak buah, tugas, struktur organisasi, budaya perusahaan dan
nasional, dll.
5.2. Pengalaman dengan menggunakan Kerangka kompetensi
Fakta yang sesungguhnya dimana organisasi dengan usahanya untuk
mengembangkan kepemimpinannya sendiri menunjukkan bahwa tidak ada satu ukuran
atau landasan teori tertentu yang dianggap mencukupi dalam meliputi semua
kebutuhan usaha tersebut. Mungkin dalam hal ini tidak ditemukan kerangka yang
mencukupi yang penting namun lebih tertumpu pada proses perkembangannya itu
sendiri.
Identifikasi mengenai apa yang diperlukan oleh pemimpin dan sikap
dimana hal tersebut dapat mengintegrasikan aktivitas-aktivitas lain merupakan
perjalanan penemuan penting dalam organisasi dan merupakan kunci utama yang
harus dimaninkan untuk kepemilikan perusahaan. Untuk dapat mencapai prestasi
ini diperlukan waktu, refleksi dan diskusi.
Dalam organisasi yang telah diamati, menunjukkan bahwa kerangka
kerja kompetensi kepemimpinan merupakan elemen integral proses perkembangan
kepemimpinan. Untuk itu muncullah
tantangan baru: seberapa lamakah waktu yang digunakan untuk menentukan kerangka
kerja tersebut? Seperti halnya proses peningkatan yang berkesinambungan,
pengembangan dan identifikasi bakat kepemimpinan harus tetap dinamis dan
berlangsung. Perlu melakukan dorongan untuk menciptakan kreatifitas dan
diversifikasi sepanjang waktu.
5.3. Perkembangan kepemimpinan berbasis bukti
5.4. Perkembangan kepemimpinan kolektif dan bentukan
Temuan dalam studi kami tidak jauh berbeda dengan tinjauan terbaru
yang lain mengenai kepemimpinan dan perkembangan kepemimpinan bagi Pusat
Penelitian Ketrampilan dan Pembelajaran (Rodger et. al., 2003) Penulis
mengembangkan model yang berguna bagi kepemimpinan dan perkembangan kepemimpinan
melalui dua dimensi :
|
|
|
|
|||||||||||
|
|||||||||||
|
|||||||||||
|
|||||||||||
|
Model tersebut mengungkapkan bahwa inisiatif perkembangan
kepemimpinan berbeda pada sisi apakah mereka menfokuskan pada proses individual atau kolektif dan model dan
pendekatan deskriptif maupun emergen. Diusulkan bahwa mayoritas inisiatif
kepemimpinan terletak pada Bagian 1 (80%) dengan bagian 2 (15%) sedangkan
sisanya masing-masing 5%
5.5. Sebuah alternatif terhadap kerangka kepemimpinan dan managemen
Dari apa yang tealh dilakuakn dalam penelitan tampaknya akhir-akhir
ini kami mendengar adanya perbedaan pendapat. Seperti yang telah disepakati
bahwa kualitas, kompetensi, standar dan lain – lain harus dicari dalam diri
pemimpin namun hal tersebut ternyata akhir-akhir ini menimbulkan perdebatan
bahwa hal tersebut hanya menimbulkan dampak yang begitu kacil (kecuali pada
organisasi tertentu). Lalu, apa yang harus dilakukan untuk memastikan Standard
Jabatan Nasional dalam Managemen dan Kepemimpinan agar lebih sukses?
Mungkin sudah saatnya untuk mencari alternatif dalam memandang
standar kepemimpinan dan managemen:
●
Haruskah
kita menyodorkan bentuk-bentuk perilaku atik dan sosial yang dapat diterima?
-semacam perjanjian yang harus dipenuhi dan ditandatangani oleh pemimpin?
●
Haruskan
kita memberikan pola pikir yang harus dikuasai pimpinan daripada meninjau sikap
yang mereka tunjukkan?
●
Haruskah
kita mempertanyakan gaya kepemimpinan, sikap dan metode untuk mengungkapkan
kelemahan mereka ?
●
Haruskah
kita menfokuskan pada perkembangan kepemimpinan untuk mengeksplorasi apa yang
dapat dan tidak dapat meningkatkan peforma organisasi dari pada hanya
memberikan deskripsi akhir mengenai kualitas-kualitas yang terdapat dalam
kepemimpinan.
0 komentar:
Posting Komentar